Bang Ucup si anak pasar.
Perkenalkan ini temen kuliah gue, nama aslinya Awaludin, S.M.
Kalau di kampus kita biasa panggil beliau bang Ucup, kalau di kerjaan beliau biasa di panggil John.
Malem minggu kemarin beliau dateng ngopi-ngopi kerumah gue, kita ngobrol panjang lebar sampe hampir adzan subuh. Ada banyak cerita malem itu, tapi ada satu cerita yang keren banget menurut gue, dan gue ngerasa cerita ini harus gua bagi, buat gue ini jadi motivasi banget. Semoga ada impact.
So, ceritanya gini. Bang Ucup ini lahir di keluarga yang cenderung sederhana. Bapak beliau bekerja sebagai security di sebuah komplek perumahan, sementara ibunda setia mengurus rumah tangga dan anak-anak. Beliau ini anak kelima dari tujuh bersaudara, karena kondisi ekonomi keluarga, tak satupun saudara bang Ucup yang sekolah sampai lulus. Bang Ucup ini cerdas orangnya, di tingkat SD prestasi beliau bisa dibilang cukup gemilang. Berhasil menyabet peringkat 3 besar di setiap Caturwulannya. That was amazing!
Setelah menyelesaikan SD dengan prestasi yang bagus, bang Ucup kecil sudah punya rencana untuk melanjutkan pendidikan di SMP favorit pilihannya, sayang nasib tak berpihak pada bang Ucup. Kedua orang tuanya tidak memiliki biaya untuk melanjutkan pendidikan bang Ucup. Di tengah kesedihan yang melanda bang Ucup, ada kabar baik. Rupanya kabar bang Ucup tak mampu melanjutkan pendidikan ini terdengar sampai ke telinga wali kelasnya semasa SD.
Ibu wali yang tau akan potensi bang Ucup ini pun berusaha mencarikan bang Ucup bantuan, dan berhasil. Dengan modal beasiswa, bang Ucup bisa melanjutkan sekolah ke SMP, meskipun bukan sekolah yang diinginkannya. There was a transportation problem, bang Ucup pilih sekolah yang dekat dengan rumah. Tujuannya sederhana, beliau tak ingin menyusahkan kedua orang tuanya untuk urusan ongkos. “Tinggal jalan kaki, beres”, ujar bang Ucup.
Waktu berjalan, tingkat SMP pun selesai. Nasib malang kembali menghampiri bang Ucup, bang Ucup sadar orang tuanya takkan mampu membiayai pendidikan beliau. Bang Ucup pasrah, menanti semoga ada bantuan seperti waktu dulu.
Takdir berkata lain, sampai waktu tahun ajaran di mulai pun tak terlihat satu bantuan. Bang Ucup hanya bisa tabah menerima nasib, saat itu beliau merasa habis sudah segala impian-impiannya.
Menganggur di rumah membuat bang Ucup tak betah, beliau tak mau menjadi beban kedua orangtuanya, di usianya yang masih belia beliau memutuskan untuk mencari kerja. Untuk sekedar uang jajan, syukur-syukur bisa membantu uang belanja ibunda.
Bang Ucup kemudian bekerja di sebuah toko kelontong di sebuah pasar di Bekasi, beliau bekerja sebagai tukang panggul dan tukang antar barang. Beban pekerjaan yang terlampau berat tak membuat bang Ucup kecil patah semangat, beliau tetap menjalani hari demi hari penuh dengan rasa syukur dan ikhlas. Saat anak seusianya sibuk dengan rutinitas sekolah, cinta monyet dan dunia remaja. Bang Ucup malah disibukkan dengan aktifitas berat di pasar. Kehidupan bang Ucup terasa makin berat ketika sang ayah meninggal dunia, kesedihan teramat dalam beliau rasakan. Beliau yang kala itu masih di usia belasan tahun, harus menanggung nafkah ibunda dan adik-adiknya.
Hari demi hari, bulan berganti tahun. Tak terasa sudah sekitar 9 tahun bang Ucup bekerja di pasar. Kerasnya kehidupan pasar tak membuat semangatnya untuk berpendidikan lebih baik hancur. Gaji yang hanya beberapa ratus ribu kala itu, beliau sisihkan sedikit demi sedikit. Target beliau sederhana, "Gue harus kejar ijazah paket C". Setelah uang terkumpul, bang Ucup lalu mencari penyedia ujian kesetaraan paket C. Bang Ucup pun mendaftarkan diri. Namun sekali lagi nasib buruk menguji kekuatannya, bang Ucup tertipu. Uang pendaftaran yang telah disetor raib, lembaga yang menyediakan ujian kesetaraan tersebut hilang entah kemana. Bang Ucup sedih, bang Ucup kecewa, tapi bang Ucup tak pernah putus asa.
Suatu hari, sang boss yang selama ini telah beliau ikuti selama 9 tahun lebih mulai menunjukkan gelagat tak enak. Boss tersebut mengecewakan bang Ucup. Sebagai seorang karyawan yang telah lama membantu, bang Ucup merasa tak dihargai. Bang Ucup bercerita bahwa sang boss ini berencana menerima karyawan baru yang secara kemampuan masih dibawah bang Ucup, namun karena si karyawan baru ini adalah mantan karyawan ibu si boss, si karyawan baru ini pun mendapatkan perlakuan istimewa. Singkat cerita, kekecewaan membuat bang Ucup akhirnya berhenti dari pekerjaannya.
Tak lama berselang, bang Ucup mendapatkan pekerjaan baru. Sebagai office boy di sebuah kantor dekat rumahnya. Di tempat baru ini beliau sangat bersemangat, semangatnya untuk belajar tidak pernah luntur. Bang Ucup bercerita beliau disini belajar tentang komputer pertama kali, saat karyawan lain hendak pulang bang Ucup berpesan, "Udah pak komputernya ngga usah dimatiin, biar saya aja nanti". Saat itulah bang ucup mulai belajar, otak atik segala yang dia ingin tau. Beliau ini saat pertama kali mencoba, bahkan tidak tau cara mematikan komputer, beliau cabut kabel komputer dari stop kontaknya. Seiring waktu, sedikit demi sedikit beliau mengerti bagaimana cara menyalakan dan mematikan komputer. Sebuah hal yang untuk sebagian dari kita adalah hal sederhana, namun luar biasa bagi bang Ucup. "Akhirnya, gue bisa shutdown", ujar bang ucup malam itu diikuti kelakar tawa gue berdua.
Bang Ucup ini orangnya rajin, kerjanya semangat. Salah satu ceritanya gini. Beliau ini suka iseng kalau kerjaan sudah beres, isengnya beliau ini suka membersihkan mobil boss besar dikantor tersebut. Hampir tiap hari beliau lakukan, tak ada yang tau, dan tak ada sedikitpun niat untuk mencari muka. Si Boss besar ini pun lambat laun penasaran, siapa orang yang membersihkan mobilnya hampir setiap hari. Selidik punya selidik sang boss besar akhirnya memantau dari jauh kelakuan bang Ucup ini, bang Ucup pun ketahuan.
Rencana tuhan memang teramat indah. Setelah ketahuan, tak lama kemudian bang Ucup dipanggil menghadap sang boss besar. Obrolan dengan boss besar berakhir dengan pertanyaan, "kamu ini lulusan apa?", "SMP pak." Jawab bang Ucup.
Sang boss besar pun kemudian menawarkan bang Ucup untuk membiayai ujian kesetaraan paket C. Dengan sigap bang Ucup pun langsung mengiyakan tawaran tersebut.
Selesai ujian dan setelah ijazah keluar bang Ucup melapor ke boss besar, "Ini pak ijazahnya sudah jadi".
"Oke, jadi setelah ini kamu mau kursus atau kuliah?" Tanya sang boss besar. "Mau kuliah pak!". Jawab bang Ucup bersemangat.
Boss besar menulis sedikit catatan di kertas, "ini kamu bawa kertas ke bagian administrasi, nanti biar biaya kuliahnya di tanggung kantor". Ujar sang boss besar. Semangat bang Ucup pun menggebu-gebu, impiannya untuk mengejar pendidikan yang lebih baik sudah terbuka di depan mata. Namun bang Ucup tak enak hati, ujian paket C yang di biayai saja sudah merupakan rezeki yang besar buat bang Ucup. Beliau tetap daftar kuliah, tapi tak pernah melapor ke bagian administrasi. Beliau bertekad untuk membiayai kuliahnya dengan kerja kerasnya sendiri. What a great!
Empat setengah tahun lamanya beliau menempuh pendidikan sarjana, kini gelar sarjana sudah disematkan di nama beliau. Waktu wisuda lalu beliau ini ambil paket foto wisuda yang paling mahal, padahal gue aja ngga ambil paket sama sekali. Sayang uangnya menurut gue. Tapi setelah mendengar kisah beliau ini gue mengerti, perjalanan ini adalah sebuah pencapaian yang tidak pernah bang Ucup bayangkan bisa terwujud, maka wajarlah kiranya beliau menginginkan sebuah kenangan yang terbaik. Waktu wisuda kemarin, beliau sempat menulis di media sosialnya, "Terimakasih Tuhan telah mewujudkan sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan". Kiranya tulisan tersebut menggambarkan dengan jelas betapa besarnya rasa syukur bang Ucup. Saat wisuda kemarin juga gue lihat Ibunda bang Ucup. Gue melihat dengan jelas senyum kebanggaan, dan tangis haru dengan pencapaian anaknya.
Kini, bang Ucup telah menempati posisi yang lebih baik di kantor tempatnya bekerja. Malam itu gue bertanya ke bang Ucup, "Cup, apa sih yang membuat lu sangat termotivasi buat sekolah lagi?". "Pendidikan adalah investasi terbaik mil". Ujar bang Ucup yang seketika menampar diri gue. Penghasilan bang Ucup selama ini pas-pasan, untuk biaya hidup dan membantu kedua orangtuanya. Tapi bang Ucup bertahan, bang Ucup berhemat, bang Ucup mengatur keuangannya sedemikian rupa demi menggapai impiannya. Makanya mungkin wajar bang Ucup sampai saat ini belum pernah pacaran. Lah kalau gue, dikampus aja malah dapat Istri. Hehehe.
Di akhir obrolan malam itu gue bertanya lagi ke bang Ucup, "Cup, kalau seandainya ada rezeki dan kesempatan, apa lu masih mau lanjut sekolah lagi?".
"Mau mil, tapi untuk saat ini gue mau fokus untuk menikah". Jawab bang Ucup. Gue terdiam melihat bang Ucup, gue berpikir betapa besar semangat orang ini untuk menggapai pendidikan yang lebih baik. Gue sangat-sangat termotivasi dengan kisah beliau ini. Betapa tidak, beliau dengan segala keterbatasannya, masih memiliki impian yang begitu besar, dan terus berusaha untuk menggapainya. What a great night!
Terimakasih bang Ucup buat pelajaran hidup dan semangatnya. Semoga bang Ucup sukses dan jadi orang besar.
0 komentar