• Home
  • Category
    • Android
    • Pengalaman Hidup
    • Software
    • Tugas Kampus
  • About
facebook twitter instagram Email

#Bukan Ustadz

Hanya senang menulis.

Perkenalkan ini temen kuliah gue, nama aslinya Awaludin, S.M.
Kalau di kampus kita biasa panggil beliau bang Ucup, kalau di kerjaan beliau biasa di panggil John.
Malem minggu kemarin beliau dateng ngopi-ngopi kerumah gue, kita ngobrol panjang lebar sampe hampir adzan subuh. Ada banyak cerita malem itu, tapi ada satu cerita yang keren banget menurut gue, dan gue ngerasa cerita ini harus gua bagi, buat gue ini jadi motivasi banget. Semoga ada impact.

So, ceritanya gini. Bang Ucup ini lahir di keluarga yang cenderung sederhana. Bapak beliau bekerja sebagai security di sebuah komplek perumahan, sementara ibunda setia mengurus rumah tangga dan anak-anak. Beliau ini anak kelima dari tujuh bersaudara, karena kondisi ekonomi keluarga, tak satupun saudara bang Ucup yang sekolah sampai lulus. Bang Ucup ini cerdas orangnya, di tingkat SD prestasi beliau bisa dibilang cukup gemilang. Berhasil menyabet peringkat 3 besar di setiap Caturwulannya. That was amazing!
Setelah menyelesaikan SD dengan prestasi yang bagus, bang Ucup kecil sudah punya rencana untuk melanjutkan pendidikan di SMP favorit pilihannya, sayang nasib tak berpihak pada bang Ucup. Kedua orang tuanya tidak memiliki biaya untuk melanjutkan pendidikan bang Ucup. Di tengah kesedihan yang melanda bang Ucup, ada kabar baik. Rupanya kabar bang Ucup tak mampu melanjutkan pendidikan ini terdengar sampai ke telinga wali kelasnya semasa SD.
Ibu wali yang tau akan potensi bang Ucup ini pun berusaha mencarikan bang Ucup bantuan, dan berhasil. Dengan modal beasiswa, bang Ucup bisa melanjutkan sekolah ke SMP, meskipun bukan sekolah yang diinginkannya. There was a transportation problem, bang Ucup pilih sekolah yang dekat dengan rumah. Tujuannya sederhana, beliau tak ingin menyusahkan kedua orang tuanya untuk urusan ongkos. “Tinggal jalan kaki, beres”, ujar bang Ucup.

Waktu berjalan, tingkat SMP pun selesai. Nasib malang kembali menghampiri bang Ucup, bang Ucup sadar orang tuanya takkan mampu membiayai pendidikan beliau. Bang Ucup pasrah, menanti semoga ada bantuan seperti waktu dulu.
Takdir berkata lain, sampai waktu tahun ajaran di mulai pun tak terlihat satu bantuan. Bang Ucup hanya bisa tabah menerima nasib, saat itu beliau merasa habis sudah segala impian-impiannya.

Menganggur di rumah membuat bang Ucup tak betah, beliau tak mau menjadi beban kedua orangtuanya, di usianya yang masih belia beliau memutuskan untuk mencari kerja. Untuk sekedar uang jajan, syukur-syukur bisa membantu uang belanja ibunda.
Bang Ucup kemudian bekerja di sebuah toko kelontong di sebuah pasar di Bekasi, beliau bekerja sebagai tukang panggul dan tukang antar barang. Beban pekerjaan yang terlampau berat tak membuat bang Ucup kecil patah semangat, beliau tetap menjalani hari demi hari penuh dengan rasa syukur dan ikhlas. Saat anak seusianya sibuk dengan rutinitas sekolah, cinta monyet dan dunia remaja. Bang Ucup malah disibukkan dengan aktifitas berat di pasar. Kehidupan bang Ucup terasa makin berat ketika sang ayah meninggal dunia, kesedihan teramat dalam beliau rasakan. Beliau yang kala itu masih di usia belasan tahun, harus menanggung nafkah ibunda dan adik-adiknya.

Hari demi hari, bulan berganti tahun. Tak terasa sudah sekitar 9 tahun bang Ucup bekerja di pasar. Kerasnya kehidupan pasar tak membuat semangatnya untuk berpendidikan lebih baik hancur. Gaji yang hanya beberapa ratus ribu kala itu, beliau sisihkan sedikit demi sedikit. Target beliau sederhana, "Gue harus kejar ijazah paket C". Setelah uang terkumpul, bang Ucup lalu mencari penyedia ujian kesetaraan paket C. Bang Ucup pun mendaftarkan diri. Namun sekali lagi nasib buruk menguji kekuatannya, bang Ucup tertipu. Uang pendaftaran yang telah disetor raib, lembaga yang menyediakan ujian kesetaraan tersebut hilang entah kemana. Bang Ucup sedih, bang Ucup kecewa, tapi bang Ucup tak pernah putus asa.

Suatu hari, sang boss yang selama ini telah beliau ikuti selama 9 tahun lebih mulai menunjukkan gelagat tak enak. Boss tersebut mengecewakan bang Ucup. Sebagai seorang karyawan yang telah lama membantu, bang Ucup merasa tak dihargai. Bang Ucup bercerita bahwa sang boss ini berencana menerima karyawan baru yang secara kemampuan masih dibawah bang Ucup, namun karena si karyawan baru ini adalah mantan karyawan ibu si boss, si karyawan baru ini pun mendapatkan perlakuan istimewa. Singkat cerita, kekecewaan membuat bang Ucup akhirnya berhenti dari pekerjaannya.

Tak lama berselang, bang Ucup mendapatkan pekerjaan baru. Sebagai office boy di sebuah kantor dekat rumahnya. Di tempat baru ini beliau sangat bersemangat, semangatnya untuk belajar tidak pernah luntur. Bang Ucup bercerita beliau disini belajar tentang komputer pertama kali, saat karyawan lain hendak pulang bang Ucup berpesan, "Udah pak komputernya ngga usah dimatiin, biar saya aja nanti". Saat itulah bang ucup mulai belajar, otak atik segala yang dia ingin tau. Beliau ini saat pertama kali mencoba, bahkan tidak tau cara mematikan komputer, beliau cabut kabel komputer dari stop kontaknya. Seiring waktu, sedikit demi sedikit beliau mengerti bagaimana cara menyalakan dan mematikan komputer. Sebuah hal yang untuk sebagian dari kita adalah hal sederhana, namun luar biasa bagi bang Ucup. "Akhirnya, gue bisa shutdown", ujar bang ucup malam itu diikuti kelakar tawa gue berdua.

Bang Ucup ini orangnya rajin, kerjanya semangat. Salah satu ceritanya gini. Beliau ini suka iseng kalau kerjaan sudah beres, isengnya beliau ini suka membersihkan mobil boss besar dikantor tersebut. Hampir tiap hari beliau lakukan, tak ada yang tau, dan tak ada sedikitpun niat untuk mencari muka. Si Boss besar ini pun lambat laun penasaran, siapa orang yang membersihkan mobilnya hampir setiap hari. Selidik punya selidik sang boss besar akhirnya memantau dari jauh kelakuan bang Ucup ini, bang Ucup pun ketahuan.

Rencana tuhan memang teramat indah. Setelah ketahuan, tak lama kemudian bang Ucup dipanggil menghadap sang boss besar. Obrolan dengan boss besar berakhir dengan pertanyaan, "kamu ini lulusan apa?", "SMP pak." Jawab bang Ucup.
Sang boss besar pun kemudian menawarkan bang Ucup untuk membiayai ujian kesetaraan paket C. Dengan sigap bang Ucup pun langsung mengiyakan tawaran tersebut.

Selesai ujian dan setelah ijazah keluar bang Ucup melapor ke boss besar, "Ini pak ijazahnya sudah jadi".
"Oke, jadi setelah ini kamu mau kursus atau kuliah?" Tanya sang boss besar. "Mau kuliah pak!". Jawab bang Ucup bersemangat.
Boss besar menulis sedikit catatan di kertas, "ini kamu bawa kertas ke bagian administrasi, nanti biar biaya kuliahnya di tanggung kantor". Ujar sang boss besar. Semangat bang Ucup pun menggebu-gebu, impiannya untuk mengejar pendidikan yang lebih baik sudah terbuka di depan mata. Namun bang Ucup tak enak hati, ujian paket C yang di biayai saja sudah merupakan rezeki yang besar buat bang Ucup. Beliau tetap daftar kuliah, tapi tak pernah melapor ke bagian administrasi. Beliau bertekad untuk membiayai kuliahnya dengan kerja kerasnya sendiri. What a great!

Empat setengah tahun lamanya beliau menempuh pendidikan sarjana, kini gelar sarjana sudah disematkan di nama beliau. Waktu wisuda lalu beliau ini ambil paket foto wisuda yang paling mahal, padahal gue aja ngga ambil paket sama sekali. Sayang uangnya menurut gue. Tapi setelah mendengar kisah beliau ini gue mengerti, perjalanan ini adalah sebuah pencapaian yang tidak pernah bang Ucup bayangkan bisa terwujud, maka wajarlah kiranya beliau menginginkan sebuah kenangan yang terbaik. Waktu wisuda kemarin, beliau sempat menulis di media sosialnya, "Terimakasih Tuhan telah mewujudkan sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan". Kiranya tulisan tersebut menggambarkan dengan jelas betapa besarnya rasa syukur bang Ucup. Saat wisuda kemarin juga gue lihat Ibunda bang Ucup. Gue melihat dengan jelas senyum kebanggaan, dan tangis haru dengan pencapaian anaknya.

Kini, bang Ucup telah menempati posisi yang lebih baik di kantor tempatnya bekerja. Malam itu gue bertanya ke bang Ucup, "Cup, apa sih yang membuat lu sangat termotivasi buat sekolah lagi?". "Pendidikan adalah investasi terbaik mil". Ujar bang Ucup yang seketika menampar diri gue. Penghasilan bang Ucup selama ini pas-pasan, untuk biaya hidup dan membantu kedua orangtuanya. Tapi bang Ucup bertahan, bang Ucup berhemat, bang Ucup mengatur keuangannya sedemikian rupa demi menggapai impiannya. Makanya mungkin wajar bang Ucup sampai saat ini belum pernah pacaran. Lah kalau gue, dikampus aja malah dapat Istri. Hehehe.
Di akhir obrolan malam itu gue bertanya lagi ke bang Ucup, "Cup, kalau seandainya ada rezeki dan kesempatan, apa lu masih mau lanjut sekolah lagi?".
"Mau mil, tapi untuk saat ini gue mau fokus untuk menikah". Jawab bang Ucup. Gue terdiam melihat bang Ucup, gue berpikir betapa besar semangat orang ini untuk menggapai pendidikan yang lebih baik. Gue sangat-sangat termotivasi dengan kisah beliau ini. Betapa tidak, beliau dengan segala keterbatasannya, masih memiliki impian yang begitu besar, dan terus berusaha untuk menggapainya. What a great night!

Terimakasih bang Ucup buat pelajaran hidup dan semangatnya. Semoga bang Ucup sukses dan jadi orang besar.





Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Ada yang salah dengan cara kita bersikap kepada orang lain disekitar, gue melihat jelas dengan mata kepala sendiri bagaimana semua itu terjadi. atau bahkan gue pernah menjadi bagian dari itu, entah sebagai pelaku maupun sebagai korban.
make it simple, semua itu kayak gini. Elu posting satu hal yang diluar sana itu banyak orang yang berbeda pandangan sama lu. sebenarnya ngga ada yang salah dengan perbedaan itu, tapi ketika lu udah posting itu ke media yang orang lain bisa liat, disitulah masalahnya. Sadar atau tidak lu udah bikin someone tersinggung, jadi dimana arti kata menghargai perbedaan?
gua tau itu hak lu buat posting, dan gua juga tau mungkin tujuan lu posting itu bukan semata-mata untuk pamer, sharing, atau lain lain. tapi ketika orang lain terutama orang yang beda pandangan sama lo itu baca, postingan lo itu bisa seolah-olah sebagai media buat nyalahin mereka yang beda sama lo. Apalagi kalau bahasa postingan lu itu kurang bijak. faktanya, lu itu hidup di Indonesia, negeri dengan jutaan perbedaan yang mestinya lu hargai. Oke mungkin pendapat gue kali ini salah, tapi kalau suatu saat lu melihat postingan orang lain yang berbeda pendapat sama lu terus lu merasa seperti tersindir, marah, dsb. Lu mesti pikirin kata-kata gue ini.
Poin gue kali ini adalah, oke gue tahu kita semua punya pendapat masing-masing dan hak kita juga untuk berbeda. But, lu pikir sekali lagi kalau mau bawa itu ke media sosial. Lebih baik lu bawa itu ke forum diskusi, dsb. Itu jauh lebih ada manfaatnya. Percaya sama gue!
Bhinneka Tunggal Ika!
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Hari ini pun tiba, hari yang sangat kami nantikan. Setelah empat setengah tahun berjuang, hari ini pun tiba.
Ya "berjuang", mungkin kata ini terkesan terlalu berlebihan bagi sebagian kalian, tapi tidak buat kita. Mayoritas kita ini adalah karyawan sebuah perusahaan yang menghabiskan pagi hingga sore di pekerjaan yang sangat melelahkan. Selepas itu, kami mengikuti kelas perkuliahan hingga larut. Tak pernah terpikir kata libur di benak kami, karena bagi kami, hari libur adalah saat yang tepat untuk mengerjakan tugas-tugas kami yang menumpuk.
Sebagian dari kami sudah berkeluarga, memiliki anak istri. Mengatur waktu dan keuangan dengan penghasilan seadana bukanlah suatu hal yang mudah. Terkadang kami harus berhenti mengerjakan tugas karena anak kami menangis, terkadang kami harus berada di pilihan antara membeli susu atau membayar SPP.
Hal itu bertambah kian berat buat ku dan istri yang merupakan mahasiswa pada kampus yang sama, tingkat yang sama, dan kelas yang sama. Terkadang kami harus menitipkan anak saat ada urusan di kampus, terkadang kami pula harus membawa anak kami ke kampus. What a wonderful!
Sebagian dari kami berasal dari keluarga sederhana, yang untuk membayar biaya kuliah harus mengorbankan keringat, bahkan darah. Bekerja banting tulang, bekerja tak kenal lelah. Memikirkan tugas kampus di sela bekerja, memikirkan alasan yang tepat untuk izin tidak masuk kerja karena harus mengejar dosen pembimbing, dsb.

Di saat kawan-kawan yang lain bersenang-senang dengan "gaji" mereka, sebagian dari kami berhemat.
Di saat kawan-kawan yang lain travelling, kami menghabiskan waktu libur di antara tumpukan tugas.
Di saat kawan-kawan yang lain terlelap dalam istirahat setelah lelah bekerja, kami datang ke kampus untuk belajar.


Alhamdulillah, kini semua telah usai. Semua telah kami lewati dengan sebaik-baiknya.
Hari ini kami tertawa bahagia.
Hari ini kami bercanda.
Hari ini kami bersuka ria.
Hari ini kami bisa!

Hari ini kami buktikan kepada kalian, sang penghujat.
Kata-kata yang dulu kalian lontarkan, diantaranya :
"Udah kerja, ngapain pake kuliah segala"
"Pagi kerja malem kuliah, paling putus tengah jalan"
"Ngapain kuliah buang-buang duit, mendingan kayak gue beli motor keren"
"Lagi kuliah terus nikah, bisa juga kagak lu ngaturnya. Paling yang ada berantakan semua"
"......", dan puluhan cerca lainnya.

Untuk teman-teman yang hari ini baru memulai langkah, bersemangatlah! Jangan pedulikan kata "mereka".
Untuk teman-teman yang belum, mulailah. Kalian akan tau manisnya keberhasilan setelah melalui perjuangan.
Untuk teman-teman yang hari ini lulus, tetap belajar, tetap berjuang. Semoga kita punya kesempatan bertemu di program Magister.

Sasana Kriya, TMII - Rabu, 20 Maret 2019

Ditulis oleh seorang driver Go-Jek, Menanggung biaya kuliah pribadi dan istri tercinta Puji Lestari, S.M, Bercita-cita menjadi dosen, bersemangat mengejar gelar sampai Doktor.

Ahmad Muzammil Husaini, S.M
(sengaja gelarnya ditulis, biar sombong! Sombong sama kalian, penghujat! Sombong untuk kalian, penghina!)

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar



"Permisi, Paket...", Teriak seorang bapak tua kurir salah satu ekspedisi besar di Indonesia.

Hening tak ada jawaban.

"Permisi, Paket...", Teriak pak tua lagi.

-------------------------------------------------------------

Sepuluh menit berlalu, puluhan kali teriakan pak tua keluarkan dari kerongkongannya yang kering karena terik nya matahari siang itu, berkali-kali panggilan telepon pak tua tujukan ke pemilik paket, tak ada jawaban! hanya suara parau operator berkata, "Maaf nomor yang anda tuju sedang sibuk, silahkan coba beberapa saat lagi".

-------------------------------------------------------------

Kesal, amarah, umpatan dalam hati tak kuasa pak tua tahan.
Setelah mencari alamat susah payah, bertanya ke belasan orang di sepanjang gang kecil di Ibukota. Setelah sampai, tak ada kabar!
Masih terbayang puluhan paket lainnya yang belum terantar, terbuanglah waktu pak tua setengah jam lamanya.

------------------------------------------------------------

Pak tua pun hendak beranjak, beliau tak lagi sabar menunggu. Tiba-tiba dari dalam rumah terdengar suara kunci terbuka, sesosok manusia pun keluar dari rumah itu.
"Siapa ya?", tanya manusia itu ke pak tua.
"Ini bu saya mau antar paket buat ibu X, ini paketnya. Saya minta tanda terima nya disini ya bu", ujar pak tua seraya memberikan paket kepada manusia itu.
"Oke terimakasih pak", Manusia itu pun masuk, tanpa pernah mau tau pak tua yang sudah setengah jam lebih berdiri di depan pagar rumahnya.

----------------------------------------------------------
Pak tua lalu melanjutkan perjalanan, dari satu tempat ke tempat lainnya, menyusuri gang-gang sempit, dan melewati keamanan super ketat gedung bertingkat ibukota.

Pak tua hanya berharap manusia-manusia itu memahami pekerjaan beliau, membantu mempermudah pekerjaan beliau. Tak banyak harap, hanya sekedar menulis alamat sejelas mungkin termasuk arahan dan patokan, siap sedia dihubungi via telepon ataupun media lainnya, memberikan alamat pengiriman tidak ke kantor yang pengamanannya super rumit, atau hanya sekedar senyum manis dan ucapan terimakasih, serta permintaan maaf saat sudah membiarkan pak tua menunggu. Itu sudah cukup bagi pak tua untuk merasa di anggap sebagai manusia, oleh manusia.

----------------------------------------------------------

Pak tua menghentikan motor bututnya di depan sebuah warteg, lapar di perutnya tak lagi tertahankan, haus di kerongkongannya sudah tidak lagi bisa di tolerir.
"Makan mbak", Kata pak tua...


Akhirnya, sepiring nasi dengan lauk tumis kangkung dan kentang balado, serta segelas es teh tawar sedikit bisa menghibur hari pak tua siang itu. Setelah mencari alamat susah payah, menunggu customer tak kunjung keluar, di tilang pak polisi karena muatan terlalu banyak, di damprat customer karena paket lama tak sampai, dsb.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Older Posts

About me

Ayah dari satu orang anak yang suka bercerita lewat tulisan di saat senggang.

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram

Categories

Android Pengalaman Hidup software tugas

recent posts

Sponsor

Facebook

Blog Archive

  • September 2019 (1)
  • Mei 2019 (1)
  • Maret 2019 (2)
  • Februari 2019 (1)
  • September 2016 (4)
  • November 2013 (1)
  • Oktober 2013 (3)
  • September 2013 (1)
  • Mei 2013 (1)
  • Oktober 2012 (5)
  • Agustus 2012 (4)
  • Juli 2012 (4)

Copyright © 2019 by Azhammily